Nasional

Rektor USK Laporkan Penulis Opini ke Polisi, JMSI: Ini Kekeliruan Pemahaman Jurnalistik

×

Rektor USK Laporkan Penulis Opini ke Polisi, JMSI: Ini Kekeliruan Pemahaman Jurnalistik

Sebarkan artikel ini

Jakarta – Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Teguh Santosa, menilai langkah Rektor Universitas Syiah Kuala (USK), Prof. Marwan, melaporkan penulis opini ke kepolisian sebagai bentuk kekeliruan dalam memahami kerja jurnalistik. Ia menegaskan bahwa opini yang dimuat di media massa adalah bagian dari produk pers, sehingga penyelesaiannya harus mengikuti mekanisme Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.

“Opini itu diterbitkan di media pers, dan itu bagian dari kerja pers. Maka penyelesaiannya pun harus tunduk pada UU Pers,” kata Teguh kepada AJNN, Selasa (2/7/2025).

Pernyataan ini merespons laporan polisi yang diajukan Rektor USK terhadap penulis opini di portal berita AJNN.net berjudul “Rektor Universitas Syiah Kuala Polisikan Penulis Opini di AJNN.net”**.

Teguh menjelaskan, Dewan Pers dan Polri telah memperbarui Nota Kesepahaman (MoU) yang mengatur bahwa jika ada pihak yang merasa dirugikan oleh produk jurnalistik, penyelesaiannya harus melalui mekanisme UU Pers.

“Dalam MoU itu dijelaskan, kalau polisi menerima laporan soal pemberitaan, harus dikoordinasikan dulu dengan Dewan Pers. Kalau Dewan Pers menyatakan itu karya jurnalistik, maka penyelesaiannya lewat hak jawab, hak koreksi, atau dilimpahkan ke Dewan Pers,” ujarnya.

Menurut Teguh, tindakan Rektor USK melaporkan penulis opini ke jalur pidana bertentangan dengan semangat penyelesaian sengketa pers yang telah diatur negara.

“Mestinya sebagai Rektor, beliau tidak menempuh jalan kriminal umum untuk melaporkan penulis opini itu ke Polda, karena ini adalah produk pers,” tegasnya.

Teguh menambahkan, jika pihak yang merasa dirugikan tidak mendapat ruang di media, hak jawab dapat digunakan. Namun, jalur pidana bukan solusi tepat.

“Barangkali dia (Rektor) merasa tidak diberi kesempatan yang sama. Ya sudah, dia punya hak jawab. Tapi bukan berarti langsung membawa ke jalur pidana,” katanya.

Ia mengakui belum semua aparat penegak hukum memahami mekanisme penyelesaian sengketa pers. Namun, dalam kasus ini, polisi seharusnya mengacu pada MoU Dewan Pers dan Polri.

“Memang tidak semua orang di jajaran kepolisian memahami UU Pers. Tapi mereka harusnya tahu, ada MoU dan mekanismenya jelas,” tutup Teguh.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *