Bengkulu Utara – Gerakan Rakyat Bela Tanah Adat (GARBETA) resmi mengajukan gugatan perdata terkait sengketa lahan di area Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) di luar Hak Guna Usaha (HGU) PT Sandabi Indah Lestari (SIL), Desa Lubuk Banyau, Bengkulu Utara.
Ketua GARBETA, Dedy Mulyadi, menyatakan pihaknya sedang menunggu proses hukum.
“Jadwal sidang hari Senin depan. Yang kami perdatakan itu HPK dan HGU,” jelasnya, Sabtu (12/4).
Dedy juga membantah tuduhan bahwa kelompoknya terlibat penjarahan Tandan Buah Segar (TBS) milik PT SIL dalam insiden Jumat (11/4).
“Kami tidak menjarah. Kalau mau menangkap, tangkap Sandabi terlebih dahulu,” tegasnya.
Ia menegaskan bahwa aktivitas panen dilakukan di lahan adat yang diklaim berada di luar HGU perusahaan. Dedy mendesak pemerintah bersikap tegas menyelesaikan sengketa ini.
Sementara itu, PT SIL melalui Manager Legal External, Sultan Syahril, mengonfirmasi bahwa perusahaan telah melaporkan dugaan penjarahan ke Polres Bengkulu Utara.
“Kami telah melaporkan kejadian ini ke Polres Bengkulu Utara,” ujarnya.
Perusahaan menuding kelompok Ule Betunen dan GARBETA melakukan penjarahan di kawasan HPK milik PT SIL. “Harus ditindak tegas ulah oknum kelompok-kelompok ini,” tegas Sultan, seraya menyebut aksi ini merugikan perusahaan dan berpotensi memengaruhi kesejahteraan karyawan.
Sebelum bentrokan terjadi, tiga truk dan satu pick-up ditahan karena diduga mengangkut hasil panen ilegal dari kebun perusahaan. PT SIL telah mengamankan barang bukti dan melaporkannya ke polisi.
Upaya mediasi oleh Kabag Ops Polres Bengkulu Utara, AKP Bintoro Thio Pratama, dan Kasat Intelkam, Iptu Sugeng Prayitno, tidak membuahkan hasil.
“Kami berusaha mendamaikan, tetapi ada provokasi sehingga warga berusaha mengeluarkan TBS secara paksa. Kondisi sempat memanas,” jelas AKP Bintoro.
Kapolres Bengkulu Utara, AKBP Eko Munarianto, menegaskan bahwa polisi bertindak sebagai penengah. “Kami mengawal dengan pendekatan persuasif. Masyarakat diimbau tidak anarkis dan taat hukum,” tegasnya.