BENGKULU — Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejajti) Bengkulu resmi menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembebasan lahan proyek strategis nasional (PSN) Jalan Tol Bengkulu–Taba Penanjung yang berlangsung pada tahun 2019 hingga 2020.
Kedua tersangka tersebut adalah Hazairin Masrie, mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bengkulu Tengah, dan Ahadiya Seftiana, mantan Kepala Bidang di BPN Bengkulu Tengah.
Usai diperiksa sebagai tersangka, keduanya tampak keluar dari Gedung Pidsus Kejati Bengkulu dengan mengenakan rompi oranye bertuliskan “Tahanan Tindak Pidana Korupsi”. Mereka langsung dibawa ke Rutan Kelas IIB Malabero dan Lapas Perempuan Bengkulu untuk menjalani masa penahanan selama 20 hari ke depan.
Kasi Penyidikan Kejati Bengkulu Danang Prasetyo mengatakan, penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik menemukan bukti kuat adanya penyimpangan dalam perhitungan nilai ganti rugi lahan dan tanam tumbuh.
“Modusnya, terdapat ketidaksesuaian dalam perhitungan nilai ganti rugi dan luasan lahan proyek tol. Hasil penyidikan menunjukkan adanya penyimpangan yang menyebabkan kerugian keuangan negara sekitar Rp4 miliar,” ujar Danang, Kamis (23/10/2025).
Menurut Danang, kedua tersangka diduga terlibat langsung dalam proses perhitungan ganti rugi lahan yang tidak sesuai fakta di lapangan.
“Temuan kami menunjukkan adanya selisih signifikan yang merugikan negara,” tegasnya.
Ia menambahkan, penyidikan masih terus dikembangkan untuk mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain, termasuk aliran dana hasil korupsi di luar lingkungan BPN.
“Kami akan menelusuri setiap pihak yang diduga ikut menikmati hasil korupsi. Tidak ada yang kebal hukum,” kata Danang.
Danang menegaskan, Kejati Bengkulu berkomitmen menuntaskan perkara ini hingga tuntas dan memastikan proses hukum berjalan transparan serta akuntabel.
“Kasus ini menjadi perhatian serius karena menyangkut penggunaan uang negara untuk pembangunan infrastruktur publik. Kami tidak akan berhenti sampai di sini,” ujarnya.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (2) dan (3) serta Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 64 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Keduanya terancam hukuman penjara maksimal seumur hidup atau paling lama 20 tahun, serta denda hingga Rp1 miliar. Penyidik juga akan menelusuri potensi penyitaan aset untuk menutup kerugian negara yang ditimbulkan.
