Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara. Langkah ini dilakukan untuk mencegah kerugian negara yang lebih besar sekaligus menjaga kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa pembangunan RSUD tersebut baru mencapai 20–30 persen saat operasi tangkap tangan (OTT) dilakukan.
“KPK memilih cepat menangani perkara ini untuk menghindari kerugian yang lebih besar. Kalau bertindak setelah pembangunan selesai, kualitas rumah sakit bisa jauh dari standar,” kata Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (9/8/2025) dini hari WIB.
Asep menegaskan, pengungkapan kasus di Kolaka Timur menjadi peringatan bagi pelaksanaan proyek RSUD di wilayah lain.
“Kami berharap pembangunan rumah sakit di 11 kabupaten lainnya berjalan sesuai aturan sehingga masyarakat benar-benar merasakan manfaatnya,” ujarnya.
KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus ini, yakni Bupati Kolaka Timur periode 2024-2029 Abdul Azis (ABZ), penanggung jawab Kementerian Kesehatan untuk pembangunan RSUD Andi Lukman Hakim (ALH), pejabat pembuat komitmen proyek RSUD Kolaka Timur Ageng Dermanto (AGD), serta dua pegawai PT Pilar Cerdas Putra, Deddy Karnady (DK) dan Arif Rahman (AR).
Deddy Karnady dan Arif Rahman ditetapkan sebagai pemberi suap, sedangkan Abdul Azis, Andi Lukman Hakim, dan Ageng Dermanto sebagai penerima suap.
Proyek RSUD Kolaka Timur senilai Rp 126,3 miliar ini bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) dan merupakan bagian dari program Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Pada 2025, Kemenkes mengalokasikan dana Rp 4,5 triliun untuk meningkatkan kualitas 32 RSUD, termasuk yang bersumber dari DAK bidang kesehatan.
